Selamat Datang di Blognya Para Pelaku Agribisnis

Sub Terminal Agribisnis (STA) Panumbangan Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat adalah institusi yang bergerak dalam bidang pelayanan pemasaran hasil pertanian. Namun dalam prakteknya STA pun turut serta dalam mengembangkan pemasaran di bidang-bidang lainnya, seperti peternakan, perikanan dan perkebunan.

Kami membuka pintu kerjasama selebar-lebarnya dengan berbagai pihak yang ingin sukses bersama kami mewujudkan Indonesia sejahtera melalui pengembangan pertanian, peikanan, peternakan dan perkebunan.

Untuk pihak yang tertarik bekerjasama dengan kami silakan menghubungi kapan saja di blog ini.

Terimakasih...

23/07/10

Ekspose Sub Terminal Agribisnis (STA) Panumbangan





















SKEMA ALUR PASAR STA PANUMBANGAN



A. KOMODITAS STA PANUMBANGAN SAAT INI

Saat ini STA Panumbangan telah menghasilkan produk holtikultura yang sebagian besar dipasarkan ke PT Alamanda Sejati Utama dan pasaran lokal. Produk-produk tersebut antara lain:
  • Cabe TW,
  • Cabe Keriting,
  • Tomat,
  • Buncis,
  • Kacang Panjang,
  • Sayuran daun (Pakcoy, caisim, Bacay dan Chinees Cabage),
  • Mentimun
Adapun realisasi pasar STA Panumbangan satu tahun terakhir adalah sebagai berikut :

- Sektor Agrobisnis Tahun 2009 : Rp 1.437.000.000,00
- Sektor Saprodi Tahun 2009 : Rp 216.000.000,00

D. ASSET STA PANUMBANGAN

a. Lahan Status Sewa Pemerintah Desa setempat, seluas 6625 m2
b. Bangunan dan sarana prasarana meliputi :

1. Sarana fisik antara lain.

- Lapangan Parkir, Ukuran 21,25 m x 36,25 m
- Lapangan Bongkar Muat, Ukuran 40,00 m x 15,00 m
- Mushola, Ukuran 7,50 m x 7,50 m
- Kantor, Ukuran 11,25 m x 8,00 m
- Kamar Mandi, Ukuran 4,00 m x 3,00 m
- Gudang (Ruang Exising) Ukuran 7,50 m x 7,70 m
- Penampungan Air, 2 Unit
- Mesin Listrik, 1 Unit.
- Tangga Besi (Stager), 1 Buah

2. Sarana lainnya.

- Bak Cuci, Ukuran 25,00 m x 1,25 m.
- Ruang display 1 unit
- Cold Storage, Ukuran 6,50 m x 5,00 m.
- Mesin Pompa Air, 1 unit
- Timbangan, 1 unit
- Bok Kontainer, 400 unit

3. Fasilitas Kantor.

- Komputer, 2 Unit
- Mesin Faximile, 1 Unit
- Meja Kursi, 1 set
- Sarana Audio, 1 set
- Lemari Besi, 1 unit
- Telepon, 1 unit

E. KOMPONEN KELEMBAGAAN

a. Kelompok Usaha Bersama, 5 Unit
b. Kelompok Tani, 155 Unit
c. Koperasi Jasa (KOJA) STA, 1 Unit
d. Koperasi GAPOKTAN. 2 Unit
e. Kelompok Bibit Rakyat, 20 Unit
f. Kelompok Peternakan Itik, 4 Unit
g. Kelompok Budidaya Ikan, 10 Unit

F. PROGRAM PENGEMBANGAN STA PANUMBANGAN

a. Rencana Induk Pengembangan Agribisnis
b. Rencana Kemitraan Inti – Plasma Budidaya Cabe Merah

G. ASPEK PEMBIAYAAN

Gambaran Pembiayaan budidaya cabe merah

a. Jumlah Petani : 30 orang
b. Luas Lahan : 331.000 m²
c. Besar Pembiayaan : Rp 1.750.711.365,00
Dibulatkan : Rp 1.750.000.000,00

H. ASPEK JAMINAN

Untuk kredit ini, STA Panumbangan menyerahkan jaminan milik anggota yang tercatat sebagai pengaju berupa :

1. Tanah yang digunakan untuk budidaya cabe merah seluas 331.000 m².
2. Tanah dan Bangunan milik anggota yang menandatangani kredit sebanyak 30 orang.
3. Aset-aset yang yang dibeli sebagai jaminan tambahan.

Kinerja Sub Terminal Agribisnis (STA) Panumbangan

A. Sejarah STA Panumbangan

STA Panumbangan adalah institusi yang bergerak dalam bidang pelayanan pemasaran di daerah sentra produksi pertanian. Dibangun tahun 2003 dari dana APBD I Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat.
Didirikan 12 Januari 2004 oleh Gubernur Jawa Barat di Kabupaten Ciamis.
SK Bupati No. 17 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Alamat Jalan Raya Sukakerta Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis.
Kode Pos 46263. Telp. (0265) 5641823

B.Badan Pengurus

Ketua : Tata Herdiana
Wakil Ketua : Ir. Ade Kustiwa
Sekretaris I : Ir. Nana Setiana
Sekretaris II : Devi Rosdiani, S.Pt
Bendahara I : Pipin Apilin
Bendahara II : Ucu Rohimat

C.Perkembangan Usaha

Usaha Agribisnis Tahun 2002
Usaha Budidaya Pertanian Tahun 2004
Usaha Saprodi/ Saprotan Tahun 2006

D.Perkembangan Sumber Dana

Bantuan dan dukungan masyarakat petani Kabupaten Ciamis
Bantuan dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat
Penyisihan Laba Hasil Usaha
Belum mencukupi untuk pengembangan usaha agribisnis & Budidaya Pertanian

E.Upaya untuk Memperoleh Sumber Pendanaan

Bantuan pinjaman modal dari Perbankan/ Perbankan
Kerjasama dengan Pihak Ketiga
Bantuan dari Pemerintah

F.Tujuan

1.Meningkatkan Efisiensi Rantai Distribusi

UPTD Pemasaran Hasil Pertanian - STA bekerjasama dengan petani produsen, koperasi atau pedagang pengumpul untuk memasarkan produksinya dikios UPTD Pemasaran Hasil Pertanian - STA , sehingga mata rantai pemasaran akan menjadi pendek. Dengan demikian semenjak awal segera setelah panen produk di proses/menjalani pengolahan sehingga sampah atau bagian yang tidak bermanfaat secara komersial tidak ikut terbawa kekota sehingga dapat dimanfaatkan dilahan usaha tani.

2.Memperkuat Posisi Tawar Menawar

Apabila pasar semakin efisiensi, maka perilaku pasar menjadi lebih pasti, sehingga petani produsen akan menerima harga jual yang lebih baik apabila dibandingkan dengan para pelaku pasar lainnya.

3.Sumber Informasi Harga
Melalui sistim transaksi yang adil, dimana akses informasi pasar relatif baik, maka akan terwujud mekanisme pembentukan harga yang transfaran dan mencerminkan kekuatan pasar, sehingga petani akan menerima tingkat harga yang wajar. Adanya sistim jaringan informasi harga melalui UPTD Pemasaran Hasil Pertanian - STA diharapkan ditingkat produsen akan lebih bergairah dalam peningkatan produksi dan kualitasnya sehingga tingkat pendapatan petani akan lebih baik.

4.Meningkatkan Nilai Tambah Produk

Dengan tersedianya berbagai sarana pendukung di UPTD Pemasaran Hasil Pertanian - STA, maka peningkatan kualitas akan lebih luas sehingga nilainya pun akan meningkat serta dapat mengembangkan diversifikasi produk sesuai dengan permintaan pasar.

5.Menambah Segmentasi Pasar

Dengan meningkatnya efisiensi pemasaran dan systim jaringan pasar yang terjalin, maka pasar akan mampu melayani keperluan yang lebih luas lagi seperti pasar ekspor, swalayan, hotel/restoran, perdagangan antar pulau dan sebagainya.

6.Meningkatnya Mutu dan Sanitasi Pasar

Diharapkan dengan bentuk pasar dan manajemen operasional yang lebih baik, mutu dan sanitasi serta skill / kemampuan sumberdaya manusia baik petani maupun pedagang akan lebih baik lagi dalam mengelolanya.

7.Pembinaan Pelaku Pasar

Institusi Pelayanan Pemasaran ini diharapkan berfungsi sebagai mediator baik langsung maupun tidak langsung dalam pembinaan para pelaku usaha baik petani maupun pedagang.

8.Pengendali Pasokan

Pada waktu panen ataupun disaat harga komoditi pertanian akan jatuh, UPTD Pemasaran Hasil Pertanian - STA dapat berperan sebagai unit usaha yang dapat mengendalikan pasokan untuk stabilitasi harga ditingkat petani.

G.Manfaat

1.Petani.

a. Petani dapat terbantu dari segi permodalan, saprodi dan teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas usaha taninya.

b.Adanya jaminan pasar/ hasil yang pasti dengan harga yang wajar.

2.Perusahaan / Swasta.

a. Tersedianya bahan baku / produk yang relatif cukup dari sumber para petani produsen serta kontinyu.

b.Dengan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya baik petani maupun pedagang maka efisiensi dapat ditingkatkan.

3.Pemerintah.

a.Peningkatan didalam penyerapan tenaga kerja di pedesaan dengan berkembangnya usaha tani dan perusahaan pertanian baik usaha budidaya, pemasaran maupun agroindustri.

b.Meningkatnya penerimaan pendapatan daerah / sebagai sumberdaya PAD dimasa yang akan datang sebagai dampak dari peningkatan produksi dan pendapatan baik dari usaha tani maupun jasa retribusi pengelolaannya.

Dokumentasi Cabe Meraj

Pendapatan yang Terus Tergerus

USAHA TANI

Pendapatan yang Terus Tergerus

Jumat, 16 Juli 2010 | 04:06 WIB

Oleh Ninuk Mardiana Pambudy

Endang Ali Nurdin (45) jelas petani kaya dengan pemilikan sawah 5,5 hektar. Begitu juga Walam (42) yang memiliki lahan sawah 3 ha. Meski begitu, kedua petani di Kabupaten Karawang itu mengaku hasil dari padi sawah mereka belum mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sawah mereka berpengairan teknis. Endang tinggal di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Cilebar, sementara sawah Walam berada sekitar 200 meter dari rumahnya di Desa Cikampek Pusaka, Kecamatan Cikampek.

Meskipun secara statistik nilai tukar petani naik terus sejak tahun 2005, kenaikannya tidak mampu mengimbangi kebutuhan hidup dan inflasi.

Endang, yang memiliki anak berusia 16 tahun, 8 tahun, dan 2 tahun, mengaku rata-rata tiap bulan biaya hidup keluarganya Rp 3 juta, terutama untuk biaya sekolah anak. ”Biarpun uang sekolah gratis, tetapi ada uang buku, jajan, les, transpor. Belum kebutuhan istri, lalu saya untuk ke sawah. Anak yang pertama minggu depan sekolah ke SMK Pertanian Tanjung Sari di Bandung, biaya lagi,” kata Endang.

Dari 5,5 ha sawah warisan orangtuanya, Endang hanya menggarap 0,85 ha. Sisanya digarap dengan sistem maro bersama petani di dekat sawahnya. Dengan cara ini, Endang, yang tinggal 25 kilometer dari sawahnya, mendapat jaminan para penggarap tersebut akan ikut menjaga sawah garapannya yang 0,85 ha. ”Sudah tradisi di sini. Sekalian kasih pekerjaan untuk orang-orang desa,” kata sarjana pertanian dari universitas swasta di Bandung itu.

Dalam setahun, Endang hanya tanam dua kali karena banyak saluran irigasi sekunder dan tersier rusak. Dari sawah garapan sendiri, dia panen rata-rata 5 ton, tetapi yang bersih dibawa pulang 4 ton karena yang 1 ton untuk biaya memanen. Dengan harga gabah kering giling yang dia terima saat ini Rp 2.850 per kilogram, Endang mendapat hampir Rp 11,5 juta. Namun, hasil bersihnya hanya Rp 6 juta karena dipotong biaya produksi, mulai dari pengolahan tanah, tanam, benih, pupuk, hingga Pajak Bumi Bangunan sebesar Rp 5,5 juta.

Sisa sawah yang dikerjakan dengan sistem maro memberi hasil 2 ton gabah/ha/tanam atau senilai Rp 25,6 juta sehingga total penghasilan Endang per panen sekitar Rp 31,5 juta.

”Itu untuk hidup enam bulan. Lalu dikurangi lagi pinjaman ke bank, tiap bulan Rp 1,6 juta karena pinjam dari bank biasa, bunganya 2,5 persen per bulan. Musim tanam sekarang baru dapat kredit KKPE yang bunganya 0,5 persen,” papar Endang. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) merupakan skema kredit dari pemerintah berbunga 6 persen per tahun untuk padi.

Termiskin

Dengan hitungan di atas, pendapatan Endang berimpit dengan pengeluaran. Endang, petani kaya itu, tidak bisa menanggung risiko gagal panen atau bila anggota keluarga harus dirawat di rumah sakit. ”Kalau mendesak, utang dulu ke saudara atau teman,” katanya.

Keuntungan sebagai petani padi sawah memang tipis. Bila semua pengeluaran usaha tani dihitung, biaya produksi per hektar mencapai Rp 8,7 juta-Rp 9 juta per hektar. Biaya terbesar untuk tenaga kerja, yaitu Rp 50.000 per hari, bekerja pukul 07.00-16.00. Di Karawang, biaya tanam Rp 660.000 per hektar, sewa traktor Rp 600.000, dan biaya panen nilainya hampir sama dengan 1 ton gabah.

Karena itu, produktivitas tanaman menjadi sangat penting, begitu juga sumbangan tenaga kerja keluarga. Dengan rata-rata produksi 6 ton gabah kering giling dan harga tertinggi seperti ditetapkan pemerintah, Rp 3.030/kg, petani mendapat Rp 18 juta lebih atau hasil bersih sekitar Rp 9 juta per musim. Bila tanahnya menyewa, pendapatan itu masih dipotong Rp 4,5 juta lagi. Alhasil per bulan penghasilan petani Rp 750.000-Rp 1,5 juta. Pendapatan bisa bertambah bila pada musim gadu bertanam palawija, tetapi itu tergantung ketersediaan air dan keserentakan petani menanam dalam satu hamparan. ”Kalau sendirian tanam, jadi sasaran tikus,” kata Endang.

Dengan hitungan itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional Winarno Tohir menyebut petani padi adalah petani termiskin. Meski begitu, mereka tetap menanam padi karena merasa aman memiliki cadangan pangan keluarga dan hanya itu pekerjaan yang mereka tahu, meskipun banyak anak muda tak tertarik lagi bertani.

Endang, misalnya, tak ingin anaknya jadi petani meskipun dia mengirim anaknya ke sekolah pertanian. ”Kan bisa kerja jadi penyuluh atau di perusahaan pertanian, saya tidak ingin dia jadi petani,” katanya.

Usaha nonpertanian

Sejak lama sektor pertanian budidaya (on farm) tak diandalkan sebagai sumber penghasilan utama banyak keluarga petani. Masalahnya, seperti terlihat dari data Sakernas 2008, hanya seperlima atau 7,7 juta orang dari 41 juta orang yang bekerja di sektor pertanian budidaya memiliki pekerjaan tambahan (baca juga Memaknai Nilai Tukar Petani di halaman 48).

Kenyataan ini semakin memperkuat kebutuhan untuk meninjau lagi strategi pembangunan selama ini. Setelah keberhasilan swasembada pangan (beras) tahun 1984, orientasi pembangunan adalah membangun industri. Namun, pilihannya pada industri yang tidak berbasis pada sumber daya alam yang menjadi keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia.

Dalam potret desa, pembangunan pertanian budidaya pada dasawarsa 1980-an berhasil mengurangi angka kemiskinan sehingga Organisasi Pangan Dunia (FAO) memberi penghargaan kepada Indonesia pada tahun 1984. Saat itu, capaian swasembada beras menunjukkan perhatian yang serius bukan hanya pada memproduksi bahan pangan pokok, tetapi juga mengurangi kemiskinan di perdesaan.

Temuan Neil McCulloch dan kawan-kawan yang melakukan survei di enam kabupaten di Jawa dan luar Jawa pada 2006 (Rural Investment Climate in Indonesia, ISEAS, 2009) memperkuat argumen pentingnya mengembangkan industri dan jasa yang berhubungan dengan pertanian on farm.

Meskipun keterkaitan antara sektor pertanian budidaya dan kegiatan nonpertanian terus menurun dibandingkan dengan dekade 1970-an dan 1980-an, survei McCulloch dan kawan-kawan memperlihatkan keterkaitan itu tetap sangat kuat. Pertumbuhan 1 persen sektor pertanian membangkitkan pertumbuhan 1,2 persen dalam sektor nonpertanian di perdesaan. Karena itu, pertumbuhan sektor pertanian masih merupakan jalan menurunkan kemiskinan.

Di sisi lain, terus menurunnya peran sektor pertanian dalam pendapatan dan mandeknya pertumbuhan produktivitas sektor pertanian, terutama padi, sementara masih 41,2 persen tenaga kerja terlibat langsung dalam sektor pertanian budidaya, memperlihatkan pentingnya mengembangkan industri perdesaan. Kegiatan industri dan jasa off farm, menurut temuan penelitian McCulloch sebelumnya, telah menambah penghasilan keluarga petani dan membantu keluarga petani keluar dari kemiskinan.

Karena itu, masuk akal bila Endang sejak enam bulan lalu membuka kios sarana pertanian dengan modal Rp 25 juta. Sementara Walam yang punya tiga anak juga memelihara entok dan ayam kampung yang harganya bagus, selain terus menjadi pedagang tahu dari mertuanya di Bogor untuk dijual ke Jakarta, dan membuka kios pertanian dua tahun lalu. Karena itu, keluarga tersebut mampu memiliki televisi, mesin cuci, lemari es, dan panci pemasak nasi di rumah tembok berkamar tiga dengan satu kamar mandi dalam berlantai keramik.